sumber :http://donkissotes.blogspot.com
Mengapa seorang selalu merasa kurang dengan penghasilannya?. Mungkin karena dia kurang bersedekah,,,Kata Kiai Makduri malam itu sambil melirik sekelilingnya. Wajah-wajah tua dengan tatapan penuh semamngat tengah duduk mengelilinya. Mereka adalah jamaah pengajian malam senin di salah satu Surau.
Banyak orang yang memiliki penghasilan besar, namun selalu merasa tidak cukup. Bahkan tidak jarang pengeluaran mereka lebih besar dari penghasilan yang didapat.
Suatu ketika datanglah seorang penjual sate ke rumah Kiai Madkuri dan mengeluh karena penghasilannya terlalu kecil dan tidak mencukupi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya. Dia bilang jika pendapatannya hanya Rp.800 ribu dari hasil berjualan sate keliling pasar Margasari setiap bulan. Padahal, anaknya lima, sehingga dia ingin penghasilannya lebih dari itu agar supaya sekolah anak-anaknya tidak terlantar.
Dengan bijak Kyai Madkuri itu mengajak tukang sate itu mensykuri terlebih dahulu rejeki yang telah didapatkannya selama ini. Kemudian dia menyarankan dengan adanya cuplikan surat di dalam Al Qur'an mengenai anjuran bagi yang kaya untuk membagi kekayaanya kepada yang miskin."Tukang sate mana ada dalam ayat Al Qur'an Kyai? Tukang sate hanya bertugas membagi bagikan dagangannya. Jika itu dilakukan bisa rugi Kyai". Kata tukang sate itu sambil mendebat peneturan Kyai Madkuri dengan gugup. "Kapan ayat-ayat itu dibaca dan berapa kali Kyai? Katanya lagi. "Nah, inilah kelemahan kebanyakan orang," Ujar Kyai Madkuri. Kemudian Kyai melanjutkan "Al Qur'an hanya untuk dibaca, direnungkan artinya dan dicari keajaibannya."
Agak kesal dengan gugatan tukang sate itu, Kyai Madkuri menyuruhnya segera berdiri. Kemudian dia bertanya,"Maaf, boleh saya tanya tentang pertanyaan yang bersifat pribadi?" Tukamg sate itupun mengangguk. "Anda tidak marah?" Tanya Kyai lagi. dan tukang sate itu kembali mengangguk. "Anda bawa uang berapa di dompet?" Desak Kyai. Tukang sate itu mngeluarkan uangnya dari dompet yang berjumlah Rp.100 ribu. Kyai langsung mengambilnya.
"Nah, uang ini akan saya sedekahkan. Apakah Anda ikhlas ? " Tukang sate itu menggaruk-garuk kepalanya, namun setelah itu dia kemudian mengangguk dengan terpaksa."Dalam tujuh hari kedepan, lupakan uangmu dan teruslah berjualan sate, Insya Alloh akan ada balasan dari Alloh SWT" Akan tetapi tukang sate itu bertanya lagi,"Kalau nggak, bagaimana Kyai? " "Uangnya saya kembalikan !!" jawab Kyai Madkuri meyakinkan.
Sejak saat itu, tukan sate mulai menghitung hari. Hari pertama tidak ada apa-apa, demikian pula pada hari kedua bahkan pada hari ketiga uangnya hilang 25 ribu rupiah dari hasil penjualannya. Rupanya ketika ditanyai Kyai Madkuri tempo hari sebenarnya dia membawa uang 125 ribu rupiah, akan tetapi yang 25 ribu terselip. Pada hari keempat tukang sate itu mendapat pesanan untuk acara pesantren kilat di Mushola Al Istiqomah.
Selama empat hari, tukang sate itu memperoleh order untuk menyediakan pesanan untuk para santri yang sedang liburan sekolah.
Begitu acara pesantren kilat selesai, panitia acara memberikan sebuah amplop yang berisi uang ongkos pembayaran pesanan sate kidi. " Ini kami bayar sekaligus sebagai hadiah syukuran panitia karena acara ini sukses berkat kerja sama dengan Anda," Begitu kata panitia. Subhanalloh, ketika amplop itu dibuka, jumlahnya 1.5 juta rupiah.
Tukang sate itu pulang terburu-buru karena senang bukan main. Kemudian dia langsung mendatangi Kyai Madkuri dan menceritakan keajaiban sedekah yang telah dialaminya, meskipun awalnya dengan berat hati. Tetapi si tukang sate rupanya tidak mudah puas dengan penghasilan 1,5 juta yang telah diperolehnya. Dia justru ingin agar seluruh hutangnya juga bisa dibayarkan sehingga dia bertanya sekali lagi kepada Kyai Madkuri.
"Kyai, saya sudah memperoleh penghasilan yang diharapkan, tetapi saya ingin agar seluruh hutang saya terbayar lunas. Lalu, cara dan bacaan apalagi yang bisa saya gunakan agar saya bisa terbebas dari hutang." katanya dengan penuh semangat. Kyai Madkuri dengan spontan mengatakan, "Perbanyaklah meminta ampun kepada Alloh SWT dan mana uang 1,5 juta yang tadi kamu peroleh.?"
Dengan berat hati, tukang sate itu menyerahkan yangnya kepada Kyai Madkuri, "Untuk apa Kyai?" tanya tukang sate itu agak khawatir. "Uangmu disedekahkan untuk membeli keramik guna menyelesaikan pembangunan Surau itu." kata Kya Madkuri sambil menunjukan Surau yang berada dekat dengan rumahnya.
"Tapi, bagaimana istri dan anak-anak saya Kyai?" Tukang sate itu khawatir jika uangnya dipakai semua untuk sedekah Surau, bagaimana dia akan bisa membayar hutangnya.
"Berapa hutangmu ?" tanya Kyai dengan penuh kewibawaan."3 juta Kyai." jawab tukang sate.
"Besok kamu tetap berjualan sate dengan modal yang ada. Insya Alloh kamu bisa membayar seluruh hutangmu satu minggu kedepan," kata Kyai Madkuri.
Tukang sate itupun akhirnya menjalani kehidupan jualannya seperti biasa meskipun dengan modal seadanya.
Suatu ketika saat adzan Maghrib berkumandang, si tukang sate sedang dalam perjalanan menawarkan dagangannya. Dia kemudian memarkir gerobagnya di depan Masjid dan langsung mengambil air wudhu untuk sholat Maghrib berjamaah.
Sungguh diluar pikiran, dugaan dan harapan si tukang sate. Begitu selesai sholat Maghrib, dia kemudian membunyikan piringnya sebagai bunyi-bunyian ciri khas jualannya. Silih berganti orang datang membeli sekedar seribu atau dua ribu. Tetapi saat malam mulai larut, ada pembeli yang ternyata seorang pemilik usaha katering makanan yang setiap hari harus melayani seribu pesanan katering di tiga sekolah swasta unggulan yang tersebar di kota Bahari.
"Satu hari bisa membuat sate berapa tusuk pak?" tanya pengusaha itu di sela-sela menunggu pesanannya dibakar. "Ya, paling bisa bikin sekitar 250 tusuk. Memang kenapa Pak? " Tanya si tukang sate penasaran.
"Nggak apa-apa, saya hanya ingin tahu saja." Malam itu kepulan asap pembakatan sate membuat suasana menjadi lebih enak, apalagi pada saat lapar seperti pengusaha katering itu."Sudah selesai, ini sate dan lontongnya Pak," kata si tukang sate.
Pertanyaan pengusaha katering itu hanyalah diskusi biasa dan tidak berlanjut, dan bagi si tukang sate, hal seperti itu adalah kejadian biasa yang ditanyakan oleh pembeli.
Tapi bagi pengusaha katering, dia bisa membaca peluang bisnis secara cerdas. Jawaban yang disampaikan oleh si tukang sate itu justru bisa menjadi informasi yang sangat berharga sekaligus sebagai uji coba produk sate yang kemungkinan bisa dipakai untuk bekerja sama.
Tiga bulan kemudian, pengusaha katering itu mendatangi rumah si tukang sate itu. Dan dia membicarakan tentang permintaanya untuk dibuatkan sate lontong sekitar 5000 tusuk setiap minggu yang terbagi dalam dua shift yaitu hari Selasa siang dan Jum'at siang masing-masing 2500 tusuk.
"Betul Pak, Anda mau menjadi langganan kami setiap minggu?" tanya si tukang sate."Benar, saya merasakan sate lontong buatan Bapak terasa enak. Dan kami perlu bantuan saudara untuk memenuhi kebutuhan menu katering kami mulai minggu depan, tapi ingat Bapak jangan terlambat dan harus tetap menjaga kualitas" kata pengusaha katering itu meyakinkan. "Baik Pak, kalau bergitu kami akan mempersiapkannya dengan baik." kata si tukang sate.
Subhanalloh.wal hamdulillah....Tukang sate itu sekarang mendapat order yang sangat besar. Penghasilannya yang dulu hanya 800 ribu naik menjadi 1.5 juta sehingga dia ingin meningkatkan lagi penghasilannya agar bisa membayar hutang.
Dari orderan pengusaha katering itu, penghasilan si tukang sate sudah meningkat 3 kali lipat dari biasanya...Subhanalloh....
No comments:
Post a Comment